Layanan pendidikan bagi Anak Usia Dini


Layanan pendidikan bagi Anak Usia Dini

Anak usia dini meliputi usia 0 - 6 tahun. Pada usia 0 - 2 tahun pertumbuhan fisik jasmaniah dan pertumbuhan otak dilakukan melalui yandu (pelayanan terpadu) antara Depertemen Kesehatan, Depsosial, BKKBN dan Depdiknas. Dalam program PAUD, diharapkan Depdiknas menjadi “Leading Sector”.

Pada usia 2 - 4 tahun layanan dilakukan melalui penitipan anak (TPA) atau Play Group. Pada usia 4 - 6 tahun layanan dilakukan melalui Taman Kanak-kanak (TK - A dan TK - B).

Perkembangan Kepribadian dan Kognitif Anak Usia Dini

. Teori perkembangan Psikososial Erikson

Ada empat tingkat perkembangan anak menurut Erikson, yaitu :

Pertama, usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust Vs mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan “trust” pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan “mistrust” yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.

Kedua, usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy Vs shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua/guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila guru tidak sabar, banyak melarang anak, menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Jangan membuat anak merasa malu.

Ketiga, usia 4 - 5 tahun, yaitu Inisiative Vs Guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Guru dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak (ingat metode Chaining nya Gagne), maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyakan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.

Keempat, usia 6 - 11 tahun, yaitu Industry Vs Inferiority, bila anak dianggap sebagai “anak kecil” baik oleh orang tua, guru maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual, dan kurang percaya diri.

. Teori perkembangan Konitif Piaget

Ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak menurut piaget, yaitu :

Pertama, tahap sensori motorik (usia 0 - 2 tahun) anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.

Kedua, tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol, (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat ego centris, melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), yaitu melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.

Ketiga, tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berfikir yang bersifat kongkrit belum abstrak.

Keempat, tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berfikir abstrak.

Kurikulum PAUD

Kurikulum TK dikembangkan berdasarkan integrated curriculum (kurikulum terintegrasi) dengan pendekatan tematik. Kurikulum diorganisasikan melalui suatu topik atau tema. Katz dan Chard (1989) yang dikutip oleh Soemiarti Patmonodewo (2003) menetapkan kriteria untuk memilih tema yaitu: ada keterkaitannya, kesempatan untuk menerapkan keterampilan, kemungkinan adanya sumber, minat guru.

Bahan-bahan untuk mengembangkan tema antara lain :
a) Lingkungan anak seperti : rumah, keluarga, sekolah, permainan, diri sendiri.
b) Lingkungan : kebun, alat transportasi, pasar, toko, museum.
c) Peristiwa : 17 Agustus, hari Ibu, upacara perkawinan.
d) Tempat : Jalan raya, sungai, tempat bersejarah
e) Waktu : jam, kalender, dan sebagainya.

yang perlu info alamt tk,preschool,playgroup,klik

http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com/2009/04/alamat-tk-preeschool-playgroup-di.html
__________________
Terima kasih
Indah fashion
Online&offline shop
info detail
Web, http://indahfashion.blogspot.com
e-mail, sweetye_indah@yahoo.com
Kunjungi info kesehatan & gaya hidup, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com
Info tentang keuangan, http://indahmoney.blogspot.com

Read More......

Pendidikan bagi Anak Balita


Selasa, 11 Januari, 2005 oleh: Siswono
Pendidikan bagi Anak Balita
Gizi.net - Konvensi PBB tentang Hak Anak (KHA) menghormati hak pendidikan sebagai hak fundamental anak. Walau dalam situasi darurat sekali pun, baik terkait masalah konflik maupun berkaitan dengan bencana alam mahadahsyat, menurut Pasal 29 KHA, pendidikan anak tetap mengacu norma yang berbasis kesetaraan kesempatan.

Anak-anak yang masih di bawah umur lima tahun (balita), selalu memberikan respons yang asertif, lucu, menantang, dan punya sifat ingin tahu. Balita juga suka menyanyi, energik, banyak mengoceh, suka mengamati, memiliki kepercayaan diri, dan tidak bisa diramalkan.

Pada saat itu, anak-anak menampung semua yang berada di sekeliling mereka. Semua yang ada dalam lingkungan mereka ditangkap melalui panca indera. Pada saat itu mereka memiliki kemampuan penangkapan yang jauh lebih besar daripada orang dewasa.

Ketika anak berumur tiga tahun, anak mengalami perkembangan otak yang sangat pesat. Di dalam otak anak terdapat satu triliun jaringan, dua kali jumlah jaringan yang dimiliki orang dewasa.

Sel-sel otak yang disebut neuron dihubungkan sel-sel lain yang terjadi sebelum kelahiran. Sel-sel itu mengontrol detak jantung, napas, refleks, serta mengatur fungsi-fungsi lainnya. Sel-sel tersebut memberikan sinyal-sinyal dalam dorongan elektrik yang bergerak sepanjang sel syaraf. Masing-masing sel dapat berhubungan dengan 15.000 sel lainnya yang disebut synapse.

Otak yang sangat padat dengan jaringan itu akan terus tumbuh hingga ia berumur 10 tahun. Setelah itu jaringan-jaringan tambahan itu akan dibuang sesuai dengan yang tidak diperlukan lagi. Secara perlahan, otak akan menata ketidakteraturan kabel-kabel yang jumlahnya tidak terhitung itu.

Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan produksi synapse sampai tiga kali orang dewasa pada anak yang berumur antara tiga sampai 10 tahun. Pada umur 11 tahun, otak memulai mekanisme kerjanya membuang synapse-synapse yang tidak dibutuhkan. Otak membuang synapse yang tidak dibutuhkan berdasarkan sel-sel yang sering digunakan. Kalau suatu sel sering digunakan, sel itu akan dipertahankan, tetapi kalau tidak dibuang, akan dipertahankan.

Seperti halnya anak yang pada saat kecil sering dilatih menyanyi atau lainnya, sel-sel tersebut akan dipertahankan sampai mereka besar. Jadi, semakin banyak pelatihan yang diberikan orangtua sejak anak kecil dan sering digunakan, sel-sel tersebut akan tertahan dan digunakan hingga mereka besar.

Para ilmuwan berpendapat, pengalaman-pengalaman awal anak secara mendalam akan memicu otak dalam mengubah pola berpikir tentang kebutuhan-kebutuhan anak. Selain itu kapasitas individu untuk belajar dalam berbagai latar bergantung pada hubungan dengan alam atau bakat (nature) dan pengasuhan atau pendidikan (nurture) yang diberikan.

Otak manusia terkonstruktif dalam cara-cara yang kompleks sehingga mendapatkan manfaat pengalaman dan pendidikan yang diberikan terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan.


Masa yang Krusial

Cara paling baik mengembangkan jaringan-jaringan otak anak adalah dengan menyediakan kebutuhan dan keperluan mereka, seperti lingkungan yang sangat merangsang untuk dieksplorasi lebih lanjut. Lingkungan yang aman dan dipenuhi oleh orang-orang yang memberikan tanggapan terhadap kebutuhan intelektual dan emosional mereka.

Jelas sekali pertumbuhan anak saat mereka berumur nol tahun hingga berumur 11 tahun merupakan masa yang krusial untuk perkembangan anak selanjutnya. Masa tersebut merupakan dasar bagi anak dalam pembentukan karakter, pengalaman, dan pola berpikir sesuai dengan apa yang mereka dapat pada saat itu.

Dalam hal ini tidak ada pendidikan secara umum kepada anak sesuai dengan standar pendidikan yang diinginkan pemerintah. Masalah pendidikan anak di bawah lima tahun diserahkan pemerintah kepada setiap keluarga masing-masing.

Kalangan menengah ke atas, memiliki struktur kesejahteraan dan tingkat pendidikan orangtua yang memadai, sehingga mereka bisa menerapkan pola pendidikan kepada anak secara konsisten dan menyeluruh.

Tetapi, bagi kalangan menengah ke bawah, mereka terjebak dalam kondisi di mana harus melakukan usaha penyelamatan terhadap keluarga terlebih dahulu. Bahkan hampir tidak ada upaya pendidikan terpola yang dilakukan para keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata.

Pada dasarnya pemerintah perlu memikirkan dan membuat konsep pendidikan terhadap anak-anak yang berada di bawah umur lima tahun walaupun pelaksanaan itu bisa dilakukan pada setiap keluarga masing-masing.(K-11)

Sumber: http://www.suarapembaruan.com

Read More......


Pendidikan bagi Anak Usia Dini, Bukan Sekedar Pilihan



Oleh Zita Meirina

Jakarta (ANTARA News) - Waktu menunjukkan tepat pukul 12.00 siang, beberapa ibu muda bergegas meninggalkan ruangan kerjanya menuju ruang bercat warna warni di lantai dasar Gedung E Depdiknas yang menjadi lokasi Tempat Penitipan Anak (TPA) "Mekar Asih".

Meski pintu kaca menuju ruang bermain terkunci namun ibu-ibu muda tersebut masih dapat mengintip aktivitas anak-anak mereka dari kejauhan yang sebagian tengah menyusun permainan balok sementara lainnya asyik menggambar.

Rita (35 th) adalah salah satu dari puluhan pegawai Depdiknas yang menitipkan pengasuhan anak perempuannya yang berusia 4,5 tahun di TPA Mekar Asih. Rita mengaku khawatir bila menyerahkan masalah pengasuhan anak kepada pembantu atau pengasuh anak di rumah.

"Beruntung di tempat saya bekerja tersedia TPA yang didirikan ibu-ibu Dharma Wanita dan kini dibina oleh Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), artinya anak saya tidak hanya sekedar bermain tetapi juga mendapat bimbingan dari para pengasuh yang paham betul tentang pendidikan pra sekolah," katanya.

Di tempat ini sedikitnya para orangtua akan merasa tenang bekerja tanpa harus memikirkan si buyung di rumah tanpa pengawasan orang tua. Apalagi bila TPA tesebut didirikan atas dasar kepedulian sosial sehingga tidak sekadar unsur komersil yang ditonjolkan tetapi lebih mementingkan misi sosialnya.

Sementara bagi Mira (29 th) karyawan sebuah perusahaan multi nasional di kawasan Jenderal Gatot Subroto Jaksel, kehadiran TPA di kantornya menjadi "dewa penolong" di saat pengasuh anaknya tiba-tiba minta pulang kampung.

"Saya ingat waktu itu betapa bingung memikirkan siapa yang akan menjaga Keisha (3th) sementara saya dan suami harus bekerja. Untung perusahaan saya adalah perusahaan asing yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan di luar tugas pekerjaan dan salah satunya dengan menyediakan TPA," katanya.

Mira kini malah memilih untuk mempercayakan pengasuhan anaknya di TPA yang berada di lingkungan kantornya. Setiap pagi sebelum masuk kerja, Mira mengantar Keisha ke TPA dan sore pukul 16.00 menjemputnya untuk diajak pulang ke rumah.

"Kalau kemarin tidak ditinggal pengasuh anak mungkin saya dan suami tidak pernah mengenal langsung TPA dan mungkin tetap kurang peduli terhadap pendidikan di usia Keisha," katanya.

Rita dan Mira memang hanya sedikit saja dari mayoritas wanita bekerja yang menyadari akan keterbatasan mereka untuk memberikan pendidikan pra sekolah pada anak-anak mereka.

TPA mungkin tidak sepopuler pendidikan pra sekolah lain yang kini tumbuh subur menjadi bisnis komersil dengan berbagai tawaran menggiurkan mulai dari yang sederhana kemampuan calistung, komputer hingga bahasa Inggris.

Namun sesungguhnya yang terpenting dan ingin dicapai dari tumbuhnya kesadaran orang tua untuk membawa anaknya mengikuti pendidikan pra sekolah, yakni anak memiliki kesempatan mengembangkan kemampuan di masa-masa yang disebut sebagai usia emas (golden age).

Kesadaran

Tempat Penitipan Anak selayaknya memang menjadi bagian dari perencanaan pengembangan pusat pelayanan publik, seperti pasar, perkantoran, pusat perbelanjaan, bahkan kini Depdiknas merintis penyelenggaraan TPA di rumah-rumah ibadah.

Ketua Himpunan Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), Dr Damanhuri mengaku prihatin karena sebagian besar masyarakat Indonesia baik di kota besar maupun di pelosok daerah belum menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini.

Hal itu dibuktikan dengan rendahnya jumlah anak usia dini yang mendapat pelayanan pendidikan, terutama anak di bawah usia lima tahun.

"Tidak semua anak usia pra sekolah mendapat pendidikan yang layak di usianya karena berbagai faktor di antaranya menyangkut kondisi perekonomian yang lemah sehingga waktu orang tua lebih banyak tersita untuk mencari nafkah atau kesibukan bekerja pasangan suami istri. Ini membuat orang tua menganggap pendidikan pra sekolah tidak begitu penting," katanya.

Selain itu, menyangkut kualitas asuhan. Karena terimpit berbagai persoalan hidup, banyak ibu yang tidak memperhatikan pola pengasuhan ideal kepada anak-anaknya, misalnya, dalam pemberian buku-buku bacaan, katanya.

Ironisnya, rendahnya kesadaran untuk memasukan anak usia pra sekolah ke lembaga pendidikan anak usia dini justru terjadi pada pasangan bekerja di kota-kota yang umumnya berpendidikan cukup tinggi.

"Kalau mereka tidak mempercayakan pendidikan usia dini anak pada lembaga yang tersedia apakah TPA atau lainnya, maka orang tua itu wajib mengambil alih pendidikan pra sekolah di rumah atau dalam lingkungan keluarga," katanya.

Di negara-negara lain, PAUD menjadi bagian dari prioritas pemerintah sehingga implikasinya terhadap ketersediaan alokasi anggaran.

"Di Indonesia prioritas pendidikan dimulai dari pendidikan dasar sembilan tahun dan seterusnya, sementara pendidikan pra sekolah justru masih sekedar subtitusi," katanya.

Ironisnya, pemerintah sadar atau tidak justru di usia dini berbagai kemampuan anak mulai berkembang dan kalau "input-nya" tidak digarap secara baik, maka output-nya pun bisa dilihat kemudian," katanya.

Menurut data terbaru tentang jumlah anak usia dini di Indonesia pada tahun 2005 yang lalu lebih dari 100 juta jiwa. Tetapi yang dapat terlayani seperti pada Kelompok Bermain, Taman Bermain pemerintah maupun oleh masyarakat umum hanya sekitar 60 persen.

Pemerintah menargetkan tahun 2007 jumlah anak usia dini yang mendapat layanan PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,4 juta orang dan usia 2-4 tahun sebanyak 12,1 juta anak.

Sedangkan untuk tahun 2008 ditargetkan jumlah anak yang mendapat layanan PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,5 juta jiwa dan usia 2-4 tahun sebanyak 12,2 juta anak.

PAUD untuk Semua

Dari berbagai penelitian terbukti bahwa usia dini (0-6 tahun) merupakan periode atau masa keemasan (the golden age) yang sangat menentukan tahap perkembangan anak selanjutnya.

Disebutkan bahwa kecerdasan anak 50 persen dicapai pada usia 0-4 tahun, sebanyak 80 persen pada usia delapan tahun dan 100 persen pada usia 18 tahun.

Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu/pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya.

Penelitian itu juga menyebutkan, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya sehingga pada usia emas merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya.

Namun sayangnya, pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini masih terbilang rendah.

Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ace Suryadi mengakui saat ini penyelenggaraan PAUD belum menjadi prioritas pemerintah sehingga penyelenggaran PAUD masih menjadi inisiatif swasta dan masyarakat .

"Karena belum menjadi prioritas, maka masih banyak anak usia dini yang berada di pedesaan serta mereka yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar 9 tahun," katanya.

Karena itu, Depdiknas tengah merintis program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berbasis keluarga atau home schooling PAUD untuk memperluas akses pendidikan pra sekolah bagi anak usia 0-6 tahun khususnya bagi kelompok tidak mampu sebelum memasuki pendidikan dasar.

"Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga adalah karena banyak orang tua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, Taman Kanak-kanak dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi," katanya.

Program ini akan membina orang tua dan keluarga untuk terlibat langsung mengembangkan fungsi jasmani dan rohani anak berkembang secara baik, " kata DR Ace Suryadi .

Ia mengatakan, program PAUD berbasis keluarga bertujuan untuk menanamkan konsep pendidikan bagi anak pra sekolah dengan cara-cara benar seperti tanpa kekerasan, tanpa ancaman, tanpa harus ditakut-takuti sehingga tanpa memandang status dan latar belakang keluarganya, maka anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh kembang secara baik dan siap memasuki pendidikan lanjutan.

PAUD nonformal secara mandiri telah diselenggarakan oleh masyarakat. Bahkan bisa dikatakan 90 persen PAUD dalam bentuk taman penitipan anak /TPA, kelompok bermain diselenggarakan masyarakat baik dari kelompok agama, maupun organisasi perempuan , katanya.

"Untuk menjangkau masyarakat secara lebih luas, maka rintisan PAUD informal berbasis keluarga telah dirintis dengan membuat pedoman umum yang berisi prinsip-prinsip mendidik anak dengan baik dan benar bekerja sama dengan perguruan tinggi ," katanya.

Memasuki tahun ke 5 pencanangan PAUD belum terlihat hasil maksimal, karena di berbagai daerah masih jalan di tempat.

Banyaknya anak usia dini belum terlayani dengan baik. Hal ini memang merupakan satu tantangan besar bagi pemerintah, karena mereka merupakan aset yang bernilai tinggi bagi bangsa.(*)

Read More......

KEBIJAKAN KEGIATAN Prioritas Direktorat Pendidikan Luar Biasa



Program Uji Coba Pendidikan Inklusi

Pendidikan Inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan
dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia
sekolah, mulai dari jenjang TK, SD, SLTP sampai dengan SMU

� bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersosialisasi dan berintegrasi
dengan anak sebayanya di sekolah reguler.

� Sebagai solusi terhadap kendala sulitnya anak berkebutuhan khusus
untuk mendapatkan pelayanan pendidikan secara utuh di desa-desa dan daerah
terpencil

� Desiminasi program inklusi yang telah dilaksanakan antara lain di SLB
Negeri Kabupaten Gunung Kidul, SLB Pembina Tk Propinsi di Lawang, SLB Negeri
Bandung, dan Sekolah-sekolah terpadu di DKI Jakarta, NTB dsb.


Penanganan anak autisme

Penanganan secara dini bagi anak yang mengalami hambatan dalam
berkomunikasi, bersosialisasi, sensorik, perilaku, dan emosi untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.

� Menggali dan mengembangkan kemampuan-kemampuan tenaga ahli (dokter
umum, dokter ahli, psikolog) melalui instansi terkait melalui seminar
lokakarya layanan pendidikan untuk penyandang autisme.

� Peningkatan SDM dengan memasukkan kurikulum mengenai pendidikan untuk
penyandang autisme pada pendidikan guru dan guru luar biasa (terutama guru
TK dan SD sebagai saringan pertama) terkait.

� Menyusun satu model layanan pendidikan bagi anak autis.

� Menyusun pedoman modul layanan pendidikan bagi anak autis.

� Memotivasi yayasan penyelenggara pendidikan Autis dan penyelenggara
SLB dengan memberikan bantuan berupa block grant.



KEBIJAKAN PELAYANAN Pendidikan Bagi Anak Autis

I. PENGERTIAN

Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme"
yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri.

Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak
sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah
ada sejak lahir.

Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental,
sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk
bidang-bidang tertentu (savant)

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang :

1. Komunikasi

2. Interaksi sosial

3. Gangguan sensoris

4. Pola bermain

5. Perilaku

6. Emosi


Apa Penyebab Autistik?
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan
penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami
gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan
beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami
gangguan yang sama.

Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang
buruk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat
pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung
terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.

Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan
pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistik
ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut
berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna
dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi
asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino
yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik,
peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke
otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi
otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif,
reseptif, atensi dan perilaku.
II. KARAKTERISTIK
Anak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:

1. Komunikasi:

- Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

- Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,

- Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain

- Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

- Senang meniru atau membeo (echolalia)

- Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya

- Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa

- Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu

2. Interaksi sosial:

- Penyandang autistik lebih suka menyendiri

- Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

- tidak tertarik untuk bermain bersama teman

- Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan sensoris:

- sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk

- bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

- senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda

- tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola bermain:

- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,

- Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,

- tidak kreatif, tidak imajinatif

- tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar

- senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,

- dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana

5. Perilaku:

- dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)

- Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke
pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang

- tidak suka pada perubahan

- dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

6. Emosi:

- sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan

- temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya

- kadang suka menyerang dan merusak

- Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

- tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
III. IDENTIFIKASI 1. Diagnosa Autisme
Waktu adalah bagian terpenting. Jika anak memperlihatkan beberapa gejala
diatas segera hubungi psikolog klinis, dokter ahli perkembangan, anak,
psikiater anak atau neurologis khusus autistik dan gangguan perkembangan
yang akan membuat suatu assesstment/pengkajian yang diikuti dengan penegakan
diagnosa. Jika terdiagnosa dini, maka anak autistik dapat ditangani segera
melalui terapi-terapi terstruktur dan terpadu. Dengan demikian lebih terbuka
peluang perubahan ke arah perilaku normal
IV. BAGAIMANA PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKANNYA
Layanan Pendidikan Awal:

A. Program Intervensi Dini:

1. Discrete Trial Training dari Lovaas: Merupakan produk dari Lovaas dkk
pada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial, namun
mempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada anak-anak
penyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari oleh model
perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang merupakan faktor
utama dari program intensive DTT. Pengertian dari Applied Behavioral
Analysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari berbagai prinsip dan tehnik
yang membentuk teori pembelajaran perilaku (behavioral learning), adalah
suatu hal yang penting dalam memahami teori perilaku Lovaas ini.

Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning) didasari oleh 3 hal:

� Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaitu
antecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.

� Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek pada
reaksi perilaku yang muncul.

� Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap
antecendent dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang
positif sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik
dapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui time
out, hukuman, atau dengan kata 'tidak'). Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4
bagian yaitu:

- stimuli dari guru agar anak berespons

- respon anak

- konsekwensi

- berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya

2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for preschooler and parents)

Intervensi LEAP menggabungkan Developmentally Appropriate Practice (DAP) dan
tehnik ABA dalam sebuah program inklusi dimana beberapa teori pembelajaran
yang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun
metoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak
penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktis
yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak. Oleh sebab itu,
dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada central social
deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang diperolehnya, model LEAP
menggunakan teknik pengajaran reinforcement dan kontrol stimulus. Prinsip
yang mendasarinya adalah :

1. Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu

2. Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat

3. Keberhasilan semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama

4. Anak penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya
mereka

5. Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual

6. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan dari kegiatan yang mencerminkan DAP.

Kerangka konsep DAP berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.

3. Floor Time:

Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori perkembangan interaktif
yang mengatakan bahwa perkembangan ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun
pertama kehidupan didasarkan pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder
1997a). Jadi hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam
teori dan praktek model ini.

Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terintegrasi untuk
intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan
(relationship) dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yang
sistematik inilah yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program ini
diantaranya:

- pentingnya relationship

- enam acuan (milestone) sosial yang spesifik

- teori hipotetikal tentang autistik

4. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children)

Divisi TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA, yang
melayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagai
sistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga
program yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang
berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak
penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa,
terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjangan
hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harus
memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology,
lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa dan
psikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku,
perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan erat
dengan teori dasar autisme.



B. Program Terapi Penunjang:

Beberapa jenis terapi bagi anak autistik, antara lain:

1. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik

2. Terapi Okupasi: untuk melatih motorik halus anak

3. Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain

4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

5. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu

6. Sensory Integration Therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya

7. Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna

8. Biomedical treatment/therapy: penanganan biomedis yang paling mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen, dsb)



C. Layanan Pendidikan Lanjutan

Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya.

Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam
kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam
meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru
tingkah laku anak normal seusianya.

1. Kelas Terpadu sebagai kelas transisi:
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar,
dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb).
Tujuan kelas terpadu adalah:
1. Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2.
Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga
dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya
Prasyarat:

1. Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan
keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)

2. Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team
dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)

3. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk
memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan
kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)



2. Program inklusi (mainstreaming)

Program ini dapat berhasil bila ada:

1. Keterbukaan dari sekolah umum

2. Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal

3. Peningkatan SDM/guru terkait

4. Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK)

5. Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai
IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)

6. Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai
melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.

7. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum

Anak autistik mempunyai cara berpikir yang berbeda dan kemampuan yang tidak
merata disemua bidang, misalnya pintar matematika tapi tidak suka menulis dsb.

Ciri khas pada anak autistik:

1. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain

2. Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas perbuatannya.

3. Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar
dipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang menggunakan kalimat

4. Anak kadang mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian, kalender, dan lagu-lagu

5. Anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners)

6. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti sukar bekerjasama dalam kelompok, bermain peran dsb.

7. Anak sukar mengekspresikan perasaannya, seperti mudah frustasi bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum

Kesulitan-kesulitan anak pada bulan-bulan pertama antara lain:

1. Kesulitan berkonsentrasi

2. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru

3. Perilaku anak masih sulit diatur

4. Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar

5. Timbul tantrum bila tidak mampu mengerjakan tugas

6. Komunikasi belum lancar dan tidak runtut dalam bercerita

7. Pemahaman akan materi sangat kurang

8. Belum mau bermain dan berkerjasama dengan teman-temannya

Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang
terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK). Tugas
seorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah:

1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak

2. Mengendalikan perilaku anak dikelas

3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi

4. Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya

5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.

Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam
mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga proses
pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai
wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya
peraturan yang berlaku.

3. Sekolah Khusus:

Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak
autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk
dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa
anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya
olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb. Anak-anak
ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka
dapat dikembangkan secara maksimal.

Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga,
Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil,
Sekolah komputer, dlsb.



4. Program sekolah dirumah (Homeschooling Program):

Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus
karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah
motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta
dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan
para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang
disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan
orangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program dan
membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila
memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis
di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan
pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang yang ia
kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan
masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang
autistik.



IV. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AUTISTIK

A. Pelaksanaan Indentifikasi anak Autistik harus mengacu pada :

1) Rujukan untuk Terapi

Rujukan diperoleh dari:

a. Guru TK/Playgroup/TPA

b. Orang tua

c. Tenaga Ahli

2) Asesment

Asesment dilakukan oleh satu team yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu
seperti :

a. Dokter

b. Psikolog

c. Speech patologis

d. Terapis

e. Guru

f. Orang tua

g. Relawan



1. Asesment didasari oleh :

a. Pedoman Kurikulum TK dan SD tahun 1994

b. Pedoman Observasi untuk anak autistik

c. Behavioral intervention manual dari Chatherine Maurice

d. Observasi klinis

e. Masukan dari orang tua

f. Rujukan dari guru, orang tua, dan tenaga ahli



2. Hal-hal yang dikaji :

a. Kognitif

b. Motorik kasar

c. Motorik halus

d. Bahasa dan komunikasi

e. Interaksi sosial

f. Bantu diri (self help)

g. Penglihatan

h. Pendengaran

i. Nutrisi

j. Otot-otot mulut



3) IEP/Individual Educational Plan and Program

IEP didasari oleh kebutuhan dan kemampuan anak untuk mengejar
ketertinggalannya dan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki.

4) Persetujuan Orang Tua

Orang tua harus memiliki komitmen terhadap IEP ikut serta dalam
kelompok kerja (Team work) yang terlibat dalam pendidikan anak

5) Evaluasi

Evaluasi pendidikan untuk anak autistik meliputi :

a. Evaluasi proses : untuk penilaian guru terhadap anak
dalam setiap hari,

b. Evaluasi bulanan : laporan dari orang tua kepada guru,
atau sebaliknya,

c. Evaluasi catur wulan : laporan untuk orang tua berbentuk
deskripsi kemampuan anak dengan penilaian kualitatif.



B. PENGEMBANGAN KURIKULUM

Anak autistik memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses
perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi
dan dikembangkan oleh guru/pelatih/terapis/pembimbing, dengan bertitik tolak
pada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi. Pemilihan
dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kemampuan anak, dan ketidakmampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber
daya/lingkungan yang ada.

Pelayanan pendidikan bagi anak autistik akan lebih baik apabila dimulai
sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk mengembangkan kurikulum mengacu
pada :

1. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)

2. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5- tahun)

3. Kurikulum Sekolah Dasar

4. Kurikulum SLB Tuna Rungu

5. Kurikulum SLB Tunarungu dan Tunagrahita

Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari kurikulum
tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan)
anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak autistik dititik beratkan pada
pengembangan kemampuan dasar, yaitu :

1. Kemampuan dasar kognitif

2. Kemampuan dasar bahasa/Komunikasi

3. Kemampuan dasar sensomotorik

4. Kemampuan dasar bina diri, dan

5. Sosialisasi.

Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan mengacu pada
kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/ kalendernya, maka kurikulum
dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan kemampuan akademik,
meliputi kemampuan : membaca, menulis, dan matematika (berhitung).

C. KETENAGAAN

Ketenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan autistik meliputi beberapa
komponen yang sangat terkait satu dengan yang lain. Yang akan kita jelaskan
di bawah ini :

1) Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan yang dimaksud disini, bisa guru atau terapis.

Tenaga kependidikan untuk anak autistik ini idealnya dari disiplin
ilmu yang sesuai seperti PGTK, PGSD dan Sarjana PLB atau Sarjana Psikolog.
Bukan berarti dari disiplin ilmu yang lain tidak mampu dalam menangani anak
autistik. Tetapi harus ada pelatihan dan bimbingan. Karena yang paling
diperlukan dalam diri seorang pendidik terutama dalam penanganan terhadap
anak autistik adalah:

1. Mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sepenuh
hati dan disertai rasa kasih sayang.

2. Mau banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan.

Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
terhadap anak diperlukan kreativitas yang tinggi. Karena perlu diketahui
bahwa penanganan anak autistik tidak bisa disamakan antara anak yang satu
dengan anak yang lain.

2) Tenaga Non kependidikan para akademisi/profesional terkait.

Selain tenaga kependidikan dalam penanganan terhadap anak autistik
yang sangat berperan adalah :

a. Tenaga Terapi Perilaku

Perilaku menjadi dasar bagi terapi selanjutnya

b. Tenaga terapi wicara :

Karena seperti kita ketahui banyak anak autistik yang juga mengalami
gangguan dalam berbahasa atau berkomunikasi.

c. Tenaga Terapi Sensori Motorik Integrasi :

Contoh dalam materi penjaskes SLB Tunagrahita

d. Yang juga sangat menunjang dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anak
autistik adalah

- Orang Tua

- Psikolog

- Psikiater

- Dokter

- Relawan

- Dan tanaga ahli yang lain seperti : ahli gizi, dlsb.

3) Tenaga administrasi

Tanaga administrasi juga sangat diperlukan untuk membantu
penyelenggaraan pendidikan anak autistik. Adapun tujuannya untuk membantu
memperlancar tugas-tugas dari penyelenggara pendidikan anak autistik.

4) Tenaga Penyelenggara (Pengurus Yayasan)

Pengurus yayasan atau tenaga penyelenggara adalah orang yang
mendirikan pendidikan bagi anak autistik. Sekaligus bertugas sebagai
fasilitator bagi setiap keperluan pendidikan yang didirikan dan bertanggung
jawab terhadap perkembangan sekolah maupun tenaga pengelola yang ada sekolah
tersebut.

5) Tenaga Pengelola (Pemimpin Sekolah)

Tenaga pengelola merupakan jembatan antara orang tua, lingkungan dan
pihak penyelenggara serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru atau
terapisnya.



D. SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana ini disesuaikan dengan tahapan usia sekolah sebagai
berikut :

I. Usia Pendidikan Prasekolah

- Alat Peraga : pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka,
benda-benda sekitar, buah, binatang, kendaraan.

- Alat bantu komunikasi : berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan
komunikasi dari anak.

- Alat bantu pengembangan motorik halus : cara memegang pensil,
menggunting, mewarna, dan sebagainya

- Alat bantu pengembangan motorik kasar : bola, tali, dlsb.

- Kurikulum Tanan Kanak-kanak

- Terapi wicara (terapi dan alatnya) baik manual atau elektronik

- Terapi sensori motorik integrasi (ayunan, lorong, balok titian dan
sebagainya)

II. Usia Pendidikan Sekolah Dasar

- Segala sarana belajar yang ada pada sekolah dasar pada umumnya

- Alat peraga konkrit sebagai penunjang sarana belajar

- Guru pendamping

- Sarana untuk bersosialisasi

III. Usia Pendidikan Menengah

Pada usia ini jika dimungkinkan anak mengikuti kurikulum sekolah
menengah maka sarana belajar bisa mengikuti sarana yang diperlukan untuk
sekolah menengah akan tetapi jika anak harus berada pada sekolah khusus,
maka sarana yang dibutuhkan harus mengacu pada pengembangan kemampuan
fungsional yang ada pada setiap anak autistik.



E. PENDANAAN

Pendidikan bagi anak autistik memang memerlukan biaya yang mahal, karena
pola pengajaran yang individual (satu anak, satu guru). Oleh karena itu
diperlukan peranan masyarakat dan orang tua siswa yang lebih besar.

F. MANAJEMEN

Pelayanan pendidikan bagi anak autistik merupakan suatu kegiatan yang
terpadu dan juga melibatkan unsur-unsur sebagai berikut :

1. Orang tua, merupakan pemegang peran utama dalam penanganan anak
autistik karena interaksi anak dengan orang tua lebih besar porsinya
dibandingkan dengan di sekolah.

2. Tenaga pendidik, dimana yang berhubungan langsung dengan anak didik
sehingga dalam memberikan evaluasi yang lebih akurat dan mengoptimalkan
pembelajaran.

3. Penyelenggara pendidikan, sebagai penanggung jawab kurikulum dan
penyedia sarana dan prasarana pendidikan bagi anak autistik maka peran serta
mereka mutlak diperlukan guna memberikan tempat pelayanan pendidikan yang
memadai.

4. Tenaga profesional (dokter, terapis, psikolog) yang berfungsi untuk
mendeteksi dan menangani, anak autistik secara berkesinambungan dan
integral.

5. Lembaga pemerintah sebagai fasilitator, dan juga sekaligus mengawasi
program pelayanan pendidikan anak autistik

Dari masing-masing unsur tersebut harus berbentuk suatu jaringan kerja
sehingga dapat mengembangkan program-program yang bersifat inovatif secara
berkelanjutan dan mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi anak autistik.

G. LINGKUNGAN

Lingkungan bagi anak yang manapun, tidak hanya dilaksanakan didalam
gedung, tetapi juga diluar gedung. Khusus untuk pendidikan di luar gedung,
maka sebaiknya lingkungan difahamkan dulu tentang anak autistik, seperti
lingkungan bisa bersikap yang tepat pada anak autistik. Lingkungan yang
dimaksud adalah :

1. Keluarga tempat dimana anak autistik berada, yaitu Bapak, Ibu, Kakak,
Adik, Kakek, Nenek, Pembantu, dlsb.

2. Masyarakat sekitar tempat pendidikan

3. Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autistik.

4. Masyarakat secara luas sehingga perlu informasi melalui media cetak,
elektronik, penyuluhan, seminar, dlsb.



H. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik)
yang belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan
anak autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik
harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada
umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka
guru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.

Komponen-komponen yang harus ada dalam kegiatan belajar mengajar adalah :

1. Anak didik

Yakni anak autistik dan anak-anak yang masuk dalam spektrum autistik.

2. Guru pembimbing

Seorang guru pembimbing anak autistik harus memiliki dedikasi,
ketelatenan, keuletan dan kreativitas di dalam membelajarkan anak didiknya.
Sehingga guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan
pengajaran untuk anak autistik.



Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran

Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Terstruktur

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip
terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran
dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh
anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar
yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari
materi sebelumnya.

Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna
dari instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus
dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". dan
"merah". Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah
selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam
perbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik
meliputi :

- Struktur waktu

- Struktur ruang, dan

- Struktur kegiatan



b. Terpola

Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola
dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari
bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus
dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.

Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang,
dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas
yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih
mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
(adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior
therapi).

c. Terprogram

Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang
ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan
erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan
harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak,
sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target
program yang kedua, demikian pula selanjutnya.

d. Konsisten

Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik,
prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku
positif memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka
guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan),
begitu pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut
juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara
tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan
perilaku sebelumnya.

Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten
mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru
pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak
sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu
anak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam
mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul
dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam
pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukan
terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersama
antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran
di sekolah dan dirumah.

e. Kontinyu

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan
pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik.
Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran,
program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan
pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk
kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, therapi
perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secara
berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).

3. Kurikulum

Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik
tentunya harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada
kemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi
masing-masing individu.

4. Pendekatan dan Metode

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan
dan program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan
perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan
kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.
Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan gambaran
kongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi
dan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.

5. Sarana Belajar Mengajar

Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses
pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit bagi
anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir
kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit.
Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih
dengan sarana belajar yang kongkrit.

6. Evaluasi

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi
anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:

1. Evaluasi Proses

Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses
kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal
ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi
secara visual dan kongkrit.

Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anak
dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.

2. Evaluasi Bulan

Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.
Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan
perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan
pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari
penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah macam
apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Hal
ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi
bersama atau case conference.

3. Evaluasi Catur Wulan

Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud
sebagai tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan
program pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak,
maka kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan
bertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program
belum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial)
atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian
program.

Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Autistik.

Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran anak
autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Berat - ringannya kelainan/gejala

2. Usia pada saat diagnosis

3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa

4. Tingkat kelebihan (strengths) dan kekurangan (weaknesses) yang dimiliki
anak

5. Kecerdasan/IQ

6. Kesehatan dan kestabilan emosi anak

7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana
pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).



Hambatan Proses Belajar Mengajar dan Solusinya.

1. Masalah prilaku

Masalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri dan
stereotip.

Bila perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :

i. Memberikan Reinforcement.

ii. Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri

iii. Siapkan kegiatan yang menarik dan positif

iv. Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.

2. Masalah Emosi :

Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya;
menangis, berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,
destruktif, tantrum dlsb.

Cara mengatasinya :

1) Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya

2) Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.

3) Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.

3. Masalah Perhatian. (Konsentrasi)

Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu
yang lama dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarik
bagi anak.

Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:

a. Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.

b. Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.

c. Istirahat sebentar kemudian kegiatan dilanjutkan kembali, dimaksudkan
untuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal : dengan menyanyi, bermain,
bercanda, dlsb.

4. Masalah Kesehatan.

Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajar
mengajar tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatan
belajar tetap dapat dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan kondisi anak.

5. Orang Tua

Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan
Orang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama seperti
informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin tatap
muka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik atau
anak dengan kebutuhan khusus.

6. Masalah Sarana Belajar

Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk
kepentingan terapi anak-anaknya misalnya :

- Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,

- Buku-buku pelajaran siswa,

- Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,

- Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.



Source (Sumber) : Dikdasmen Depdiknas

Akhir tahun 2004

Read More......

Dunia Pendidikan

Pendidikan Pada Anak

Oktober 29, 2007 · Disimpan dalam 1

Pendidikan merupakan bekal hidup kita dimasa depan, tanpa pendidikan bagaimana nasib kita nanti. Pendidikan sebagai pondasi dimana kita bisa bertahan dari tantangan hidup yang dari zaman ke zaman semakin canggih. Kita sudah tau bagaimana kehidupan sekarang, hidup abad 21 adalah hidup yang sangat sulit, semua serba memerlukan keterampilan dan keahlian agar bisa mengimbangi kehidupan pada abad ini. Tentunya untuk dapat bertahan hidup dan terhindar dari arus negatif globalisasi dan modernisasi yang semakin kuat masuk, kita harus mempunyai senjata dan tameng yang ampuh agar bisa bertahan. Lalu apa senjata dan tamengnya ? jawabnya adalah pendidikan.
Kemudian yang menjadi pertanyaan lagi adalah bagaimana keadaan dunia pendidikan anak nantinya, melihat bagaimana situasi dan kondisi sekarang ini yang semakn sulit. Jawabnya adalah kita harus tanamkan pendidikan sedini mungkin. bagaimana caranya ? tentu, sebagai orang tua, tau bagaimana pendidikan yang baik untuk anaknya. Orang tua harus mengerti keadaan anaknya, orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya agar anak ini harus memperoleh pendidikan dimana. Yang penting adalah biarkan anak memilih dunia pendidikannya sendiri, biarkan dia berinprovisasi dengan pendidikan apa yang diinginkannya. Tetapi di sini dengan catatan bahwa dunia pendidikan yang dipilih sang anak tidak melenceng kearah yang negatif. Maksudnya adalah orang tua membiarkan anaknya sendiri yang memilih pendidikannya tetapi sang orang tua tidak hanya berdiam diri saja, orang tua harus melakukan pengawasan juga pada anak. Selama pendidikan yang dipilihnya baik, orang tua harus memberikan support pada anak. Anak akan menjadi merasa enjoy apabila tidak ada paksaan dari pihak orang tua atau pihak manapun. Anak kalau dipaksa dia akan semakin berontak. Jadi, biarkan anak berkreasi dan memlihin dunia pendidikannya selama itu baik untuk masa depanya. Sebagai orang tua dukung dan berikan anak suport serta motivasi yang tinggi.


Read More......

AkunQue...


Nama:Neni Rohmah
Usia masih cukup muda....baru 19 th
Belajar Bareng ma Que yach...

Read More......